Silat
Tradisi silat diturunkan secara lisan dan menyebar dari
mulut ke mulut, diajarkan dari guru ke murid. Karena hal itulah catatan
tertulis mengenai asal mula silat sulit ditemukan. Di Minangkabau, silat atau
silek diciptakan oleh Datuk Suri Diraja dari Pariangan, Tanah Datar, di kaki
Gunung Marapi pada abad XI. Kemudian silek dibawa dan dikembangkan oleh para
perantau Minang ke seluruh Asia Tenggara.
Kebanyakan sejarah silat dikisahkan melalui legenda yang
beragam dari satu daerah ke daerah lain. Seperti asal mula silat aliran Cimande
yang mengisahkan tentang seorang perempuan yang menyaksikan pertarungan antara
harimau dan monyet dan ia mencontoh gerakan tarung hewan tersebut. Asal mula
ilmu bela diri di Indonesia kemungkinan berkembang dari keterampilan suku-suku
asli Indonesia dalam berburu dan berperang dengan menggunakan parang, perisai,
dan tombak. Seperti yang kini ditemui dalam tradisi suku Nias yang hingga abad
ke-20 relatif tidak tersentuh pengaruh luar.
Silat diperkirakan menyebar di kepulauan nusantara
semenjak abad ke-7 masehi, akan tetapi asal mulanya belum dapat dipastikan.
Meskipun demikian, silat saat ini telah diakui sebagai budaya suku Melayu dalam
pengertian yang luas, yaitu para penduduk daerah pesisir pulau Sumatera dan
Semenanjung Malaka, serta berbagai kelompok etnik lainnya yang menggunakan lingua
franca bahasa Melayu di berbagai daerah di pulau-pulau Jawa, Bali, Kalimantan,
Sulawesi, dan lain-lainnya juga mengembangkan sebentuk silat tradisional mereka
sendiri. Dalam Bahasa Minangkabau, silat itu sama dengan silek. Sheikh
Shamsuddin (2005) berpendapat bahwa terdapat pengaruh ilmu beladiri dari Cina
dan India dalam silat. Bahkan sesungguhnya tidak hanya itu. Hal ini dapat
dimaklumi karena memang kebudayaan Melayu (termasuk Pencak Silat) adalah
kebudayaan yang terbuka yang mana sejak awal kebudayaan Melayu telah
beradaptasi dengan berbagai kebudayaan yang dibawa oleh pedagang maupun
perantau dari India, Cina, Arab, Turki, dan lainnya. Kebudayaan-kebudayaan itu
kemudian berasimilasi dan beradaptasi dengan kebudayaan penduduk asli. Maka
kiranya historis pencak silat itu lahir bersamaan dengan munculnya kebudayaan
Melayu. Sehingga, setiap daerah umumnya memiliki tokoh persilatan yang
dibanggakan. Sebagai contoh, bangsa Melayu terutama di Semenanjung Malaka
meyakini legenda bahwa Hang Tuah dari abad ke-14 adalah pendekar silat yang
terhebat.Hal seperti itu juga yang terjadi di Jawa, yang membanggakan Gajah
Mada.
Perkembangan dan penyebaran silat secara historis mulai
tercatat ketika penyebarannya banyak dipengaruhi oleh kaum Ulama, seiring
dengan penyebaran agama Islam pada abad ke-14 di Nusantara. Catatan historis
ini dinilai otentik dalam sejarah perkembangan pencak silat yang pengaruhnya
masih dapat kita lihat hingga saat ini. Kala itu pencak silat telah diajarkan
bersama-sama dengan pelajaran agama di surau-surau. Silat lalu berkembang dari
sekedar ilmu beladiri dan seni tari rakyat, menjadi bagian dari pendidikan bela
negara untuk menghadapi penjajah. Disamping itu juga pencak silat menjadi
bagian dari latihan spiritual.
Silat berkembang di Indonesia dan Malaysia (termasuk
Brunei dan Singapura) dan memiliki akar sejarah yang sama sebagai cara
perlawanan terhadap penjajah asing. Setelah zaman kemerdekaan, silat berkembang
menjadi ilmu bela diri formal. Organisasi silat nasional dibentuk seperti Ikatan
Pencak Silat Indonesia (IPSI) di Indonesia, Persekutuan Silat Kebangsaan
Malaysia (PESAKA) di Malaysia, Persekutuan Silat Singapore (PERSIS) di
Singapura, dan Persekutuan Silat Brunei Darussalam (PERSIB) di Brunei. Telah
tumbuh pula puluhan perguruan-perguruan silat di Amerika Serikat dan Eropa.
Silat kini telah secara resmi masuk sebagai cabang olah raga dalam pertandingan
internasional, khususnya dipertandingkan dalam SEA Games.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar